Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan, fokus awal Kemenag adalah penanganan kebutuhan paling mendesak bagi para penyintas bencana.
Mulai dari pemenuhan logistik hingga penyediaan tempat tinggal sementara.
“Kami hadir untuk menangani kebutuhan darurat seperti makanan, minuman, dan hunian sementara. Madrasah, masjid, serta rumah ibadah lintas agama juga menjadi bagian dari tanggung jawab Kementerian Agama,” ujar Nasaruddin dalam siaran pers, Sabtu (13/12/2025).
Menurutnya, Kemenag telah melakukan pendataan menyeluruh terkait dampak bencana.
Data tersebut mencakup jumlah madrasah dan rumah ibadah yang rusak, keluarga terdampak, korban meninggal dunia, anak yatim, hingga mahasiswa asal Sumatra yang kini berada di Pulau Jawa.
“Semua sudah kami data. Berapa madrasah yang terdampak, rumah ibadah, masjid, korban meninggal, hingga anak-anak yatim. Ini akan menjadi dasar penentuan prioritas bantuan. Mahasiswa yang terdampak secara penuh juga akan diprioritaskan,” jelas Nasaruddin.
Terkait kerusakan fisik bangunan, Nasaruddin menegaskan pemulihan rumah ibadah merupakan mandat Kemenag yang harus dilaksanakan secara terencana dan berkelanjutan.
Ia juga menekankan pentingnya solidaritas sosial sebagai kekuatan bangsa dalam menghadapi bencana.
“Sekecil apa pun bantuan yang kita berikan sangat berarti. Musibah ini bukan hanya ujian bagi mereka yang terdampak, tetapi juga bagi kita yang tidak terkena langsung. Apakah kita mampu berempati,” ujarnya.
Sebagai bagian dari rangkaian kepedulian, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag menggelar Kick Off Program Pemberdayaan Rumah Ibadah, Deklarasi Damai Tokoh Lintas Agama, serta lelang amal dua helm bertanda tangan personel band Wali.
Hasil lelang tersebut berhasil mengumpulkan dana masing-masing sebesar Rp 15 juta dan Rp 55 juta, yang seluruhnya akan disalurkan untuk membantu penyintas bencana di wilayah Sumatra.
Menurutnya, dampak bencana terhadap generasi muda dapat berlangsung hingga puluhan tahun ke depan jika tidak ditangani secara serius.
“Kita tidak hanya memikirkan hari ini. Pemulihan generasi mereka bisa membutuhkan waktu hingga 30 tahun. Jika tidak diberi perhatian khusus, anak-anak di sana bisa kehilangan masa depannya,” katanya.
Ia pun menutup dengan menegaskan bahwa bencana merupakan ujian bersama.
Penyintas diuji dengan kesabaran, sementara masyarakat luas diuji dengan kepedulian dan kemauan untuk membantu sesama.

Komentar
Posting Komentar