RT dan RW bukan pejabat struktural negara. Mereka bukan aparatur sipil, apalagi birokrat. RT dan RW adalah tokoh masyarakat yang lahir dari kepercayaan warga, tumbuh dari lingkungan, dan bekerja berdasarkan legitimasi sosial. Dalam praktik sehari-hari, peran mereka lebih banyak menyelesaikan konflik sosial, menjaga harmoni antarwarga, serta menjadi penyangga stabilitas lingkungan bukan semata mengurus administrasi.
Ketika negara memaksakan mekanisme fit and proper test sebagai pintu masuk menjadi RT dan RW, maka terjadi pergeseran nilai yang serius. Kepemimpinan sosial direduksi menjadi kepemimpinan administratif. Moral, keteladanan, dan kepercayaan warga berisiko dikalahkan oleh indikator-indikator intelektual dan birokratis yang belum tentu relevan dengan realitas sosial di lapangan.
Redaksi menilai, yang seharusnya diuji dalam kepemimpinan RT dan RW adalah kepercayaan warga, bukan kelulusan tes. Demokrasi di tingkat lingkungan tidak boleh disempitkan oleh mekanisme seleksi yang membuka ruang subjektivitas kekuasaan. Negara seharusnya hadir sebagai fasilitator kehendak rakyat, bukan sebagai penyaring aspirasi warga.
Jika tujuan pemerintah adalah meningkatkan kualitas RT dan RW, maka pendekatan yang tepat adalah pembinaan dan penguatan kapasitas setelah terpilih, bukan pembatasan hak warga sebelum memilih. Pelatihan administrasi, penguatan kemampuan mediasi konflik, serta evaluasi kinerja berkala jauh lebih sejalan dengan prinsip demokrasi lokal dan semangat pemberdayaan masyarakat.
RT dan RW adalah fondasi sosial pemerintahan. Melemahkan legitimasi mereka sama artinya dengan melemahkan kepercayaan publik di tingkat akar rumput. Pemerintah daerah harus bijak membedakan mana ruang administrasi negara dan mana ruang sosial masyarakat.
Redaksi menegaskan:
RT dan RW bukan objek uji birokrasi, melainkan penjaga harmoni sosial.
Sabam Tanjung
Penulis Pimpred SabtaNews.com

Komentar
Posting Komentar