TAJUK RENCANA
Penulis Oleh Redaksi
PEKANBARU, SABTANEWS.COM -- Defisit keuangan Provinsi Riau bukan lagi sekadar isu teknis birokrasi. Ia telah menjadi persoalan publik yang menuntut penjelasan terbuka. Ketika kas daerah menipis dan pelayanan publik terancam, pertanyaan mendasarnya sederhana namun serius: apa yang sebenarnya salah dalam pengelolaan keuangan Riau?
Alasan klasik seperti tidak tercapainya target pendapatan tentu patut dicatat. Namun publik juga berhak bertanya, mengapa belanja daerah tetap berjalan agresif ketika kemampuan fiskal melemah. Di sinilah persoalan tata kelola anggaran mulai dipertanyakan.
Pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa defisit kerap lahir bukan semata karena pendapatan yang meleset, melainkan akibat belanja yang tidak dikendalikan Pos hibah, bantuan sosial, kegiatan nonprioritas, hingga proyek yang dipaksakan jalan sering kali menyedot anggaran besar tanpa dampak langsung yang sebanding bagi masyarakat.
Pertanyaan publik menjadi semakin relevan ketika defisit ini terjadi tidak lama setelah fase politik daerah, termasuk Pilkada. Apakah kebijakan anggaran di masa tersebut sepenuhnya steril dari kepentingan politik? Atau justru ada belanja-belanja jangka pendek yang dikedepankan demi kepentingan elektoral, sementara risiko fiskalnya diwariskan ke periode berikutnya?
Sabtanews.com menilai, mengajukan pertanyaan ini bukan bentuk tuduhan, melainkan kewajiban moral pers dalam mengawal transparansi. Sejarah menunjukkan, banyak krisis fiskal daerah baru terasa setelah kontestasi politik selesai. Ketika euforia mereda, publik justru dihadapkan pada realitas keuangan yang rapuh.
Karena itu, pemerintah daerah perlu menjelaskan secara terbuka: pos belanja apa yang paling berkontribusi terhadap defisit, kebijakan apa yang diambil untuk mengatasinya, dan bagaimana jaminan agar kejadian serupa tidak terulang.DPRD dan lembaga pengawas juga tidak boleh berdiam diri. Fungsi kontrol harus dijalankan secara nyata, bukan sekadar formalitas laporan.
Defisit keuangan adalah alarm keras. Jika tidak dijawab dengan keterbukaan dan evaluasi menyeluruh, kepercayaan publik akan terus tergerus. Riau tidak boleh terus menerus membayar mahal keputusan anggaran yang tidak transparan. Publik berhak tahu, dan para pengambil kebijakan berkewajiban menjelaskan

Komentar
Posting Komentar