Ketua PKDI Gresik Kecam DPRD: Pemanggilan Kades Tidak Sesuai Wewenang, Langgar Regulasi

- Mei 10, 2025
advertise here


GRESIK, SABTANEWSMCOM — Ketua Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Kabupaten Gresik, Nurul Yatim, mengecam keras tindakan Komisi I DPRD Gresik yang memanggil dua kepala desa dalam forum hearing pada Kamis (8/5/2025). Hearing tersebut menyoal dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh Kepala Desa Pacuh, Kecamatan Balongpanggang, dan Kepala Desa Dermo, Kecamatan Benjeng.

Pemanggilan tersebut dipicu adanya surat pengaduan dari salah satu anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pacuh bernomor 006/BPD-PCH/IV/2025 tertanggal 22 April 2025, yang ditujukan ke DPRD Gresik. Isinya mengadukan dugaan penyalahgunaan anggaran Dana Desa (DD), Bantuan Keuangan Khusus (BKK), pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), serta proyek infrastruktur di Desa Dermo untuk tahun anggaran 2022 hingga 2024.

Namun, Nurul Yatim menyebut pemanggilan tersebut telah menabrak aturan hukum. Ia menegaskan bahwa DPRD kabupaten tidak memiliki kewenangan administratif untuk memanggil kepala desa dalam forum hearing, sebagaimana yang dilakukan terhadap pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

“Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat 4 huruf a sampai e jelas disebutkan bahwa kepala desa bertanggung jawab kepada masyarakat desa dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada bupati atau wali kota,” ujar Yatim, saat dikonfirmasi media pada Sabtu (10/5/2025).

Yatim melanjutkan, pada Pasal 112 dalam undang-undang yang sama, diatur bahwa pembinaan dan pengawasan formal terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan wewenang bupati atau wali kota, bukan DPRD.

Selain itu, ia mengutip Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 27 ayat (3), DPRD hanya memiliki tiga fungsi utama, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Namun, fungsi pengawasan tersebut menurutnya terbatas pada pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).

“DPRD tidak memiliki kewenangan administratif terhadap pemerintahan desa. Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa pun diatur dalam Permendagri Nomor 73 Tahun 2020, yang menyebutkan bahwa pengawasan dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten atau Kota serta Bupati atau Wali Kota,” tambahnya.

Tak hanya itu, Yatim juga menyinggung Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang BPD, yang menegaskan bahwa pengawasan internal desa dilakukan oleh BPD. Sedangkan pengawasan eksternal berada di tangan kepala daerah, bukan legislatif kabupaten.

“Kalaupun DPRD ingin berdialog dengan kepala desa, itu hanya diperbolehkan dalam konteks rapat dengar pendapat yang membahas program-program pemerintah kabupaten yang bersinggungan dengan desa. Misalnya proyek infrastruktur lintas wilayah, Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD, atau evaluasi bantuan sosial kabupaten,” jelasnya.

Ia menegaskan, undangan semacam itu hanya bersifat koordinatif, bukan hearing formal yang menyerupai pemanggilan terhadap OPD.

“Jika ingin meminta klarifikasi atau penjelasan dari kades, DPRD seharusnya berkoordinasi atau meminta fasilitasi dari bupati atau wali kota sebagai pemilik kewenangan administratif atas desa,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Gresik, M Syahrul Munir, memberikan tanggapan atas kritik yang disampaikan oleh Ketua PKDI tersebut. Menurutnya, DPRD Gresik memanggil kedua kepala desa tersebut bukan untuk menghakimi, melainkan memfasilitasi aduan masyarakat.

“Kami bertindak karena ada laporan yang masuk. Ini bagian dari mekanisme mediasi, bukan proses penghakiman. Kalau ada dugaan pidana atau perdata, tentu ranahnya adalah aparat penegak hukum dan pengadilan,” terang Syahrul, politisi dari Fraksi PKB.

Syahrul juga menambahkan bahwa DPRD Gresik, dalam kapasitasnya sebagai lembaga pengawas, tetap memiliki hak untuk memanggil pihak yang menggunakan dana APBD, termasuk kepala desa.

“Karena kades juga pengguna APBD melalui dana-dana yang disalurkan ke desa, kami merasa berwenang memanggil untuk mendapatkan penjelasan,” pungkasnya.

Polemik ini menambah daftar panjang perdebatan antara pelaku pemerintahan desa dan legislatif daerah mengenai batasan kewenangan yang berlaku dalam sistem pemerintahan. Penguatan pemahaman regulasi antara kedua belah pihak menjadi krusial demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan tidak saling tumpang tindih. (**)

Sumber: BrigadeIndonesia.com

Advertisement advertise here